Jum’at 13 Agustus 2021, jam 10.00 WIB Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Dra Hj Rosmawardani, S.H.,M.H didampingi Hakim Tinggi Pengawas Drs. Darmansyah Hasibuan, S.H, M.H dan pimpinan Mahkamah Syar’iyah Meulaboh melakukan kunjungan sekaligus bersilaturrahmi dengan Bupati Aceh Barat, H. Ramli MS beserta jajaran Forkopimda Aceh Barat.
Pertemuan tersebut berlangsung diruang rapat Kantor Bupati Aceh. Dalam sambutannya KMS Aceh mengatakan bahwa Mahkamah Syar’iyah ini adalah tidak hanya bagian dari Keistimewaan di Provinsi Aceh, tapi juga memiliki keistimewaan dalam pandangan dunia peradilan di Indonesia bahkan dunia peradilan internasional. Di daerah lain, lembaga peradilan ini dikenal dengan sebutan Pengadilan Agama, sedangkan di Provinsi Aceh dikenal dengan Mahkamah Syar’iyah. Perubahan ini diawali dengan aturan regulasi Undang-undang Nomor 44 tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh, kemudian dipertegas dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus dan dijabarkan khusus dalam Qanun Nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Islam. Dan Perubahan nomenklatur dari Pengadilan Agama menjadi Mahkamah Syar’iyah dilakukan oleh Presiden, yang dimaktub dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2003 tentang Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang pasca Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006, menjadi sebutan Provinsi Aceh;
Lebih lanjut KMS Aceh menyebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman yang menjadi legal standing dari Mahkamah Syar’iyah Aceh diatur dalam aturan khusus, yaitu Keputusan Ketua Mahkamah Agung (KMA) Nomor 70 tahun 2004 tentang Pelimpahan sebahagian Kewenangan dari Peradilan Umum Kepada Mahkamah Syar’iyah Provinsi Aceh Nomor KMA/070/SK/X/2004 oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pada saat itu dijabat oleh Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL. Tidak hanya sekedar cukup dengan aturan legal yuridis itu saja, eksistensi Mahkamah Syar’iyah Aceh dipertegas lagi dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;
Ketua Mahkamah Aceh juga mengutarakan Qanun tentang aturan hukum pidana (jinayat) Islam yang merupakan produk dari eksekutif maupun legislatif Pemerintah Aceh, seperti Qanun Nomor 7 tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat, Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat semuanya bermuara penyelesaian menjadi yurisdiksi kompetensi absolute dari Mahkamah Syar’iyah. Terbaru Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah yang baru saja diterapkan, juga akan segera menambah tugas Mahkamah Syar’iyah Aceh.
Dengan demikian, pengembangan sumber daya manusia, baik itu kategori hakim dan panitera serta juru sita atau dalam ruang lingkup kerja lembaga Mahkamah Syar’iyah Aceh, bukan saja tanggung jawab pemerintah pusat (Mahkamah Agung Republik Indonesia) akan tetapi menjadi hak dan tanggung jawab Pemerintah Aceh. Karenanya Pemerintah Aceh juga harus memberi perhatian yang serius bagi perkembangan eksistensi lembaga Mahkamah Syar’iyah kedepan dalam hal nonteknis;
Bupati Aceh Barat H. Ramli MS sangat berterimakasih atas kunjungan KMS Aceh dan rombongan, dengan kedatangan tersebut Bupati dan jajaran menjadi lebih faham tentang keistimewaan Mahkamah Syar’iyah Aceh, Bupati juga berjanji akan mendukung eksistensi dari Mahkamah Syar’iyah Meulaboh dan siap memfasilitasi.